Page

Friday, October 15, 2010

Papa

Sosok yang setiap hari mengantar ku ke sekolah, menemani ku nonton tv di malam hari, dan mendengar cerita cita-cita ku adalah: PAPA.


   Di mobil, selama perjalanan ke sekolah, aku dan Papa selalu membicarakan banyak hal. Entah itu tentang sekolah atau rumah ku, hobi ku, teman-teman ku, masa depan ku, cita-cita ku, gaya hidup bahkan politik, dan segalanya yang bisa kita obrolin setiap pukul 07.15 WIB. Perjalan dari rumah ke sekolah sekitar 10 menit tidak akan terasa. Setiap aku diam, Papa pasti bertanya : "Hey, kenapa hari ini tidak ada pembicaraan sama sekali ? Wah, sunyi sekali ya.."

   Aku suka bagian ini. Aku suka ketika Papa bertanya : "Apa yang kamu pikirkan ketika melihat ke luar jendela dan menatap orang-orang itu, toko-toko yang baru dibuka di pagi hari, dan kendaraan yang berlalu-lalang?"

   Papa tahu kalau aku ini adalah seorang pemimpi. Aku mnceritakan mimpi-mimpi ku pada Papa, walau tidak semuanya. Dulu, di suatu perjalanan ketika pergi ke sekolah, Papa pernah bertanya: "Apa cita-cita mu?" Dan aku berkata, "Masih belum jelas, yang pasti Liza pengen jadi Bla..bla..bla..bla.." Ketika aku mengakatakan cita-cita ku yang seabrek-abrek ini kepada sebagian teman-teman ku, mereka berkata dengan tawaan : "Cukup satu aja". Dan ketika ku katakan cita cita ku pada seorang guru, beliau berkata : "Jangan banyak-banyak, pilih salah satu nya." Tapi Papa berbeda. Papa cuma bilang : "Bagus! Berusahalah dan kamu akan berhasil!" Ini bukan candaan, ini juga bukan sekedar basa-basi Papa untuk menyenangkan hati ku. Bukan! Ini adalah jawaban hebat yang pernah ku dengar.

     Di antara 3 anak perempuan Papa, aku lah yang paling dekat dengan Papa. Walaupun Papa kadang suka marah, menyuruh ku untuk lakukan ini itu, bereskan tempat tidur, matikan lampu di pagi hari, letakkan buku pada tempatnya, matikan ac saat keluar rumah, tapi aku tau kalau semua perintah-perintah itu juga untuk ku.

    Papa juga selalu menyuport dan mendampingi aku di setiap pengumuman perlombaan-perlombaan. Aku ingat, ketika hari pengumuman dalam lomba kreativitas bercerita tingkat Banda Aceh, dan nama ku di sebut sebagai juara pertama, Papa di deretan kursi orang tua menunjukkan jari jempolnya ke atas dan aku juga melakukan hal yang sama sambil tersenyum lebar pada Papa. Dan semua orang, termasuk juri langsung berbalik ke belakang dan melihat ke arah Papa. Ya, itu dia Papa ku. Kalian semua harus lihat.

    Ketika pengumuman lomba Menulis Cerpen Tingkat Nanggroe Aceh Darussalam dan nama ku di sebut lagi sebagai juara pertama, cahaya-cahaya blitz kamera seketika menampar para pemenang secara bertubi-tubi, dan sosok yang aku cari di tengah para tamu hanya satu. PAPA. Dan masih ada sejuta cerita lagi tentang Papa saat menemani ku dalam hari pengumuman.

    Beberapa tahun lalu, waktu aku masih kelas 2 SD, Kakek yaitu papanya Papa meninggal. Papa sedih, semuanya sedih. Dan semuanya yang hadir menitikkan cairan bening dari mata-mata mereka. Tapi Papa tidak menangis di depan ku. Papa kembali setelah menghilang entah dari mana dan matanya sudah merah. Dan ini cukup untuk membuat ku juga merasa sedih dan juga ikut menangis. Ketika Tsunami melanda Aceh, ketika 28 orang saudara ku hilang, Papa juga menghilang entah kemana dari suatu tempat dan pipinya tampak sedikit memerah dan basah oleh air, serta matanya masih berkaca-kaca. Beberapa hari yang lalu, Om ku-adiknya papa- meninggal. Papa cukup sedih, dan Papa lagi-lagi kembali dengan mata yang memerah.

     Kakak ku kemarin bilang: "Gimana ya dek, kalo Papa meninggal?" Dengan spontan, aku langsung menjawab : "Tolong k, jangan bilang itu." dan aku langsung pergi ke kamar karena sedih. Sekarang ini, aku masih tak sanggup untuk pikirkan hal itu.
   
AKU SAYANG PAPA KU KARENA PAPA ADALAH PAPA YANG TERHEBAT

Friday, October 1, 2010

My Ex-Friend


    Jika kita duduk diam, tidak berbicara apapun, dan memandang sekeliling, ada begitu banyak yang bisa kita lihat di kelas ku 9.1. Ada Ayu misalnya, yang selalu saja duduk tegak-jarang bergerak-sunyi-tanpa ekspresi. Atau, ada juga Riska yang selalu berbicara dengan suara keras dan membuat anak laki-laki sering bersorak-sorak karena sebagian dari mereka senang menyoraki riska (mungkin karena tak suka). Ada juga Bayu, laki-laki yang sok cool dan bicara seperlunya pada kami para perempuan di kelas (dan baru-baru ini, terdengar gosip hangat tentang si Bayu. Gosip hangat yang lucu sekali namun tak bisa di bahas disini).


    Namun diantara semuanya, ada seseorang yang akhir-akhir ini mencuri perhatian ku.

 Anggap saja namanya Ms.X.

Bisa dibilang, dia ini rajin. Masuk dalam daftar 5 besar di kelas bukan hal yang biasa bagi si Ms.X. Namun sayang sekali, dia sering bersikap menyebalkan. Dia duduk sendirian di kelas, di barisan belakang, itu bukan kemauan kami, tapi kemauannya sendiri, walaupun sebenarnya kami juga sedikit malas duduk sebangku dengan dia. Tapi ada bangku kosong disamping ayu yang bisa dia duduki. Tapi entahlah..
     Akhir-akhir ini, ku lihat, Ms.X sering bicara sendiri di bangkunya. Di berbicara namun seperti hanya mengerak-gerakkan mulutnya saja, jadi tak ada yang bisa menyadari hal itu kecuali kita benar-benar sedang memerhatikan. Pertama, ku kira ini hanya ilusi ku saja, tapi setelah beberapa orang memergoki hal yang sama dan bercerita pada ku, aku baru sadar bahwa ini fakta dan bukan sekedar ilusi.
      Berbicara sediri, tersenyum-senyum tanpa hal yang jelas di bangkunya, sering membuat ku khawatir akan situasi dan kehidupan Ms.X. Aku tahu, bahwa dia punya masalah di rumahnya. Sebenarnya aku ingin bisa dekat dengan Ms.X, mungkin aku bisa dijadikan sebagai tempat share (kalau dia mau), tapi aku juga tak suka dengan sikap-sikap menyebalkannya. Ini yang membuat ku bingung dan akhirnya memilih untuk sedikit menjauh.
      Ms. X sesungguhnya adalah teman lama ku sejak SD. Dulu di SD, kami dekat, sangat dekat! Di SD dia adalah murid yang cerewet. Kami berteman sejak kelas 2 SD, dan akhirnya memutuskan untuk masuk SMP yang sama. Kebetulan, masuk kelas yang sama di kelas 7.1, karena kami sama-sama lulus di kelas unggul. Perlahan-lahan kusadari, bahwa Ms.X mulai berubah. Aku, sebagai teman lama yang sudah mengenal seluk-beluk sikapnya sangat merasakan perubahan itu. Ms.X seakan bertransformer menjadi seorang yang belum pernah ku kenal sebelumnya. Ms.X menjadi lebih pendiam, kalau pun diajak bicara dia sering emosi. Aku sampai hafal, dari pukul berapa hingga pukul berapa emosinya sedang memuncak dan mata sinisnya mulai bemain setiap kami ajak berbicara.
     Aku ingat, dulu waktu di kelas 8.1 aku perah tak tahan dengan sikap Ms.X, dan akhirnya aku pun terlibat dalam pertikaian dengan si Ms.X. Itu terjadi di pagi menjelang siang, tepatnya di kelas ku 8.1. Kami, murid-murid perempuang 8.1 yang tak suka selalu di perlakukan seperti itu akhirnya maju, dan aku memimpin perdebatan panjang bersama Ms.X ini. Aku tak suka hal itu, tapi aku sudah terbakar emosi, dan waktu itu, emosi tak bisa ditahan lagi.
     Hingga saat ini, ku rasa tali pertemanan ku dengan Ms.X sudah 95 % putus. Kami masih berteman, walaupun mungkin dalam seminggu kami hanya berbicara sepatah dua patah kata.
      Namun, dengan adanya hal-hal aneh yang dilakukan Ms.X akhir-akhir ini, membuat hati ku sedikit mencair. Namun sayang, ketika aku mulai menegurnya dan mengajaknya mengobrol, dia malah menanggapi ku dengan sinis, dan hati ku kembali membeku.